BAB 3 : HUKUM PERDATA
Pada artikel kali ini, saya akan membahas mengenai topic Hukum
Perdata, dimana artikel ini merupakan bahasan bab ke tiga dalam SAP mata kuliah
softkill saya, yaitu Aspek Hukum Dalam Ekonomi. Dalam artikel ini, saya akan
membahas 3 poin, yaitu:
1. Hukum Perdata yan berlaku di Indonesia
2. Pengertian dan Keadaan Hukum Perdata
3. Sistimatika Hukum Perdata
Pertama, saya akan langsung saja membahas mengenai Hukum
Perdata yang Berlaku di Indonesia. Hukum perdata di Indonesia awalnya
didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda
pada masa penjajahan. Setelah beberapa tahun Belanda merdeka dari penjajahan Prancis,
Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodefikasi dari hukum perdatanya. Pada
5 Juli 1830, selesailah kodefikasi tersebut dengan terbentuknya Burgerlijk
Wetboek (BW) dan Wetboek Van Koophandle (WVK) yang isi
dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code
Civil des Frances dan Code de
Commerce yang merupakan himpunan peraturan hukum Negara Prancis waktu jaman
itu.
Pada tahun 1948, kedua undang-undang produk Belanda ini diberlakukan di
Indonesia berdasarkan Azas Koncordantie
(Azas Politik Hukum). Saat ini kita mengenal Burgerlijk Wetboek (BW) dengan nama KUH Sipil (KUHP), sedangkan
untuk Wetboek Van Koophandle (WVK)
kita mengenalnya dengan nama KUH Dagang.
Dengan sejarah inilah, membuktikan bahwa Hukum Perdata yang
berlaku di Indonesia sendiri tidak lepas dari sejarah hukum perdata yang
berlaku di Negara Eropa khususnya Prancis.
Pada poin ke dua saya akan membahas mengenai pengertian hukum
perdata terlebih dahulu. Menurut
Mr. L.J. Van Apeldorn:
“Hukum perdata atau hukum sipil adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur kepentingan seseorang dan yang
pelaksanaannya terserah kepada kemauan dari pihak yang berkepentingan itu
sendiri.”
Hukum perdata menitikebratkan pada kepentingan pribadi (bukan
kepentingan umum seperti hukum pidana ), artinya apabila ada konflik dalam
perkara perdata karena ada pihak yang tidak menaati ketentuan-ketentuan yang
diatur dalam hukum perdata, pihak yang berwenang dalam hal ini, pengadilan/hakim tidak akan mengambil tindakan
terhadap pihak yang melanggar ketentuan tersebut apabila tidak ada gugatan dari
pihak yang dirugikan ke pengadilan.
Selanjutnya, mengenai keadaan Hukum Perdata di Indonesia ini
masih bersifat majemuk atau masih beraneka ragam. Penyebab keanekaragaman ini
ada 2 faktor,yaitu:
1.Faktor Ethnis. Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia memiliki
beraneka ragam suku, budaya, ethnic, agama, terutama Hukum Adat bangsa.
2.Faktor Hostia Yuridis. Dapat kita lihat pada seperti yang terdapat dalam pasal 163
I.S. dan pasal 131 I.S. Pada pasal 163 I.S. membagi penduduk menjadi 3 golongan
yaitu :
Ø Golongan Eropa dan yang dipersamakan
Ø Golongan Bumi Putera (pribumi) dan yang
dipersamakan
Ø Golongan Timur Asing (bangsa Cina,
India, Arab)
Pada jaman Hindia Belanda itu
telah ada beberapa peraturan Undang-Undang Eropa yang telah dinyatakan berlaku
untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu tentang
:
v Perjanjian kerja perburuhan (Staatsblat 1879 no. 256)
v Pasal 1788-1791 BW perihal
hutang-hutang dari perjudian (Straatsblad
1907 no. 306)
v Beberapa pasal dari WVK (KUHD) yaitu
sebagian besar dari Hukum Laut (Straatblad
1933 no. 49)
Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa
Indonesia seperti :
v Ordonansi Perkawinan Bangsa Indonesia
Kristen (Staatsblad 1933 no. 74)
v Organisasi tentang Maskapai Andil
Indonesia (IMA) (Staatsblad 1939 no.
570 berhubungan dengan no. 717)
Ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu
:
v Undang-Undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
v Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no. 108)
v Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no. 523)
v Ordonansi tentang pengangkutan di udara
(Staatsblad 1938 no. 98)
Yang terakhir adalah mengenai pembahasan sistimatika Hukum
Perdata. Menurut sumber yang telah saya baca, sistematika Hukum Perdata kita atau BW, terdapat dua
pendapat. Pendapat yang pertama yaitu sistimatika Hukum Perdata dari pemberlaku
Undang-Undang, sedangkan pendapat yang kedua, yaitu menurut Hukum atau Doktrin.
Namun dalam pembahasan ini saya hanya akan membahas mengenai sistimatika hukum perdata
dari pemberlaku Undang-Undang saja.
µ Buku I tentang Orang;
mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang
mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara
lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran,
kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak
keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya
telah dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU nomor 1 tahun 1974
tentang perkawinan.
µ Buku II tentang Kebendaan;
mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang
dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak
kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda
berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah,
bangunan dan kapal dengan berat
tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya
selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda
tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah,
sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di
undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya
UU tentang hak tanggungan.
µ Buku III tentang Perikatan;
mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun
istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang
mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan,
antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang
timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul
dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu
perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai
acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa
dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
µ Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur
hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam
mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan
pembuktian.
Sekian pembahasan saya
mengenai “Hukum Perdata” pada artikel kali ini.Semoga dapat bermanfaat bagi
kalian semua.
Sumber: