Jumat, 22 Januari 2016

PENULISAN: GENERASI GADGET



GENERASI GADGET?

Budaya menunduk, mungkin adalah sebutan atau deskripsi yang cocok untuk menggambarkan generasi muda kita sekarang ini yang telah keranjingan gadget (hp, android/tablet, note, dan lain-lain).
Di mana-mana dapat kita jumpai dengan mudah orang-orang muda yang “memamerkan” gadgetnya di depan umum atau di ruang publik, mulai dari plaza/mall, hotel, bank, bandara/pe­labuhan/stasiun/terminal, sekolah, pasar, sampai ke jalan-jalan umum bahkan di dalam toilet, gadget seolah terus melekat di tangan si empunya, bagaikan suatu barang kebutuhan pokok/primer yang sangat sulit dilepaskan. Padahal jika mau dikelompokkan, gadget masih termasuk kebutuhan sekunder/sandang, bahkan tertier/hiburan.
Generasi yang keranjingan gadget bukan saja para remaja, melainkan juga anak-anak dan orang tua. Dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah globalisasi dan internet sebagai bukti nyata dari globalisasi, gadget merupakan alat perantara untuk itu. Segala informasi dari seluruh penjuru dunia baik yang aktual maupun yang telah lama lewat, informasi terkini, bahkan sampai gun­cangan gempa yang barusan satu menit terjadi, langsung dapat diketahui dan mendapat tanggapan di mana-mana lewat media sosial (medsos) dan gadgetlah yang berperan untuk itu. Komunikasi dengan siapa saja teman yang kita mau dari seluruh penjuru dunia juga bisa dilakukan melalui gadget atau medsos.
Tentunya, keranjingan gadget ini selain memberikan dampak positif, sangat mudah dan cepatnya segala informasi/data dari segala penjuru dunia bisa diakses/diketahui, juga memberikan dampak negatif. Sebut saja, remaja yang keranjingan games online yang bisa di-download gratis dari internet dengan memasuki situs games, maka setiap hari si remaja atau bahkan anak-anak/orang tua pun sepanjang hari memelototi gadget dan sibuk dengan permainan games-nya yang seru. Apalagi di dalam games online, si pemain bisa sambil bermain games sambil chatting/ngobrol dengan lawan mainnya yang majemuk/banyak orang.
Wah, menarik sekali bukan? Sampai-sampai remaja/anak-anak lupa bahwa tugas utama mereka adalah belajar, bukan bermain games ataupun chatting dengan teman-teman di medsos melalui berbagai akun sosial: fb, Twitter, Yahoo Messenger, bbm, dan lain-lain.
Selain dipergunakan untuk mengobrol dengan teman-teman di akun sosial, medsos di atas sering juga digunakan sebagai ajang untuk “memperkenalkan diri” lebih dekat, ajang bercanda-tawa/senda-gurau, bahkan ajang pamer foto-foto selfie dan foto beramai-ramai bersama teman-teman yang terbaru dan tercantik, berikut setting/pemandangan bagus/indah yang mengundang decak-kagum. Begitu satu kalimat atau satu foto diunggah ke dalam akun sosial si empunya melalui gadget, maka teman-temannya yang ratusan bahkan ribuan orang akan dapat membaca atau melihatnya.
Pengalaman pribadi penulis, perasaan setelah memperkenalkan diri lebih dekat dan menceritakan aktivitas terbaru, pandangan, pendapat, bahkan sampai ke curhat dan keluhan, hati si pengunggah akan merasa lebih lapang, gembira, bahkan bisa tertawa-tawa sendiri. Apalagi bila status/kalimat maupun foto yang diunggah mendapat tanggapan/komen/like dari teman-teman, seolah-olah diri menjadi sosok yang amat berharga dan begitu diperhatikan.
Karena itu, kebiasaan tersebut ke­mudian berlanjut terus-menerus sebab bisa memberikan kesenangan dan ke­bahagiaan semu. Akibatnya, remaja pun kecanduan, bahkan kita sebagai orangtua yang tak pernah lepas memelototi gadget setiap hari, ikut memberi contoh bagi anak-anak kita dan mengajarkan mereka untuk ikut bermain gadget, berinteraksi sosial melalui medsos, bahkan karena sudah biasa, mereka pun tahu cara untuk mengunggah foto selfie maupun foto beramai-ramai dengan teman-teman ke dalam akun sosial masing-masing.
Tak bisa dipungkiri, berbagai ke­mudahan dan teknologi yang ditawarkan oleh gadget canggih, amat menarik hati untuk diikuti/diminati. Gadget bisa memudahkan kita dalam mengerjakan segala sesuatu atau untuk mempermudah pekerjaan sehari-hari, namun jangan lupa, gadget juga bisa memberikan dampak kecanduan yang kurang baik. Sebut saja, si A asyik dengan androidnya padahal sedang berada di tempat umum, dia menunduk terus memelototi androidnya sampai-sampai terkesan apatis atau tidak mau tahu keadaan apa yang sedang terjadi di sekelilingnya. Si B bermain hp sambil menunggu kendaraan umum yang akan ditumpanginya lewat atau sengaja mem­berhentikan sepeda motor di tepi jalan hanya untuk sekadar membaca bbm yang masuk hingga kurang berhati-hati di tengah keramaian. Si C setiap hari cuma tabletnya yang dipelototi hingga disuruh belajar pun tak mau, bahkan tak men­jawab ketika ditanya atau diajak bicara oleh temannya, nilai-nilai ujiannya anjlok atau turun drastis karena kebanyakan main games.
Generasi tua yang tidak bermain gadget sering mengomel ketika melihat bukan saja anak-anak mereka yang keranjingan gadget, bahkan cucu-cucu mereka juga. Dalam acara kumpul ke­luarga atau makan bersama, mereka lebih tertarik melihat gadget daripada mengo­brol atau beramah-tamah dengan sesama anggota keluarga. Bila ada anggota keluarga yang ultah, foto cake ultah atau foto orang yang merayakan ultah bisa jadi lebih penting dibandingkan orang yang berultah itu sendiri. Ironis sekali, bukan?
Bila ada di antara teman-teman yang telah keranjingan gadget, penulis cuma berpesan (bukan melarang), supaya bijak dalam mempergunakan gadget masing-masing dan manfaatkanlah itu untuk mengakses hal-hal yang penting/berguna, misalnya untuk mencari tahu data/informasi berkaitan dengan tugas pe­lajaran sekolah/pekerjaan. Berinteraksi­lah dengan sopan dan positif di dalam medsos, hindari kata-kata kasar, posting hal-hal yang berguna dan bisa memotivasi orang lain untuk melakukan hal-hal yang baik/berguna, dan gunakan gadget hanya untuk segala sesuatu yang bisa ber­manfaat atau berdampak baik bagi dirimu.

Sumber :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar