GENERASI
GADGET?
Budaya menunduk,
mungkin adalah sebutan atau deskripsi yang cocok untuk menggambarkan generasi
muda kita sekarang ini yang telah keranjingan gadget (hp, android/tablet, note,
dan lain-lain).
Di mana-mana
dapat kita jumpai dengan mudah orang-orang muda yang “memamerkan” gadgetnya di
depan umum atau di ruang publik, mulai dari plaza/mall, hotel, bank, bandara/pelabuhan/stasiun/terminal,
sekolah, pasar, sampai ke jalan-jalan umum bahkan di dalam toilet, gadget
seolah terus melekat di tangan si empunya, bagaikan suatu barang kebutuhan
pokok/primer yang sangat sulit dilepaskan. Padahal jika mau dikelompokkan,
gadget masih termasuk kebutuhan sekunder/sandang, bahkan tertier/hiburan.
Generasi yang
keranjingan gadget bukan saja para remaja, melainkan juga anak-anak dan orang
tua. Dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah globalisasi dan
internet sebagai bukti nyata dari globalisasi, gadget merupakan alat perantara
untuk itu. Segala informasi dari seluruh penjuru dunia baik yang aktual maupun
yang telah lama lewat, informasi terkini, bahkan sampai guncangan gempa yang
barusan satu menit terjadi, langsung dapat diketahui dan mendapat tanggapan di
mana-mana lewat media sosial (medsos) dan gadgetlah yang berperan untuk itu.
Komunikasi dengan siapa saja teman yang kita mau dari seluruh penjuru dunia
juga bisa dilakukan melalui gadget atau medsos.
Tentunya,
keranjingan gadget ini selain memberikan dampak positif, sangat mudah dan
cepatnya segala informasi/data dari segala penjuru dunia bisa
diakses/diketahui, juga memberikan dampak negatif. Sebut saja, remaja yang
keranjingan games online yang bisa di-download gratis dari
internet dengan memasuki situs games, maka setiap hari si remaja atau
bahkan anak-anak/orang tua pun sepanjang hari memelototi gadget dan sibuk
dengan permainan games-nya yang seru. Apalagi di dalam games
online, si pemain bisa sambil bermain games sambil chatting/ngobrol
dengan lawan mainnya yang majemuk/banyak orang.
Wah, menarik
sekali bukan? Sampai-sampai remaja/anak-anak lupa bahwa tugas utama mereka
adalah belajar, bukan bermain games ataupun chatting dengan
teman-teman di medsos melalui berbagai akun sosial: fb, Twitter, Yahoo
Messenger, bbm, dan lain-lain.
Selain
dipergunakan untuk mengobrol dengan teman-teman di akun sosial, medsos di atas
sering juga digunakan sebagai ajang untuk “memperkenalkan diri” lebih dekat,
ajang bercanda-tawa/senda-gurau, bahkan ajang pamer foto-foto selfie dan foto
beramai-ramai bersama teman-teman yang terbaru dan tercantik, berikut setting/pemandangan
bagus/indah yang mengundang decak-kagum. Begitu satu kalimat atau satu foto
diunggah ke dalam akun sosial si empunya melalui gadget, maka teman-temannya
yang ratusan bahkan ribuan orang akan dapat membaca atau melihatnya.
Pengalaman
pribadi penulis, perasaan setelah memperkenalkan diri lebih dekat dan
menceritakan aktivitas terbaru, pandangan, pendapat, bahkan sampai ke curhat
dan keluhan, hati si pengunggah akan merasa lebih lapang, gembira, bahkan bisa
tertawa-tawa sendiri. Apalagi bila status/kalimat maupun foto yang diunggah
mendapat tanggapan/komen/like dari teman-teman, seolah-olah diri
menjadi sosok yang amat berharga dan begitu diperhatikan.
Karena itu,
kebiasaan tersebut kemudian berlanjut terus-menerus sebab bisa memberikan kesenangan
dan kebahagiaan semu. Akibatnya, remaja pun kecanduan, bahkan kita sebagai
orangtua yang tak pernah lepas memelototi gadget setiap hari, ikut memberi
contoh bagi anak-anak kita dan mengajarkan mereka untuk ikut bermain gadget,
berinteraksi sosial melalui medsos, bahkan karena sudah biasa, mereka pun tahu
cara untuk mengunggah foto selfie maupun foto beramai-ramai dengan teman-teman
ke dalam akun sosial masing-masing.
Tak bisa
dipungkiri, berbagai kemudahan dan teknologi yang ditawarkan oleh gadget canggih,
amat menarik hati untuk diikuti/diminati. Gadget bisa memudahkan kita dalam
mengerjakan segala sesuatu atau untuk mempermudah pekerjaan sehari-hari, namun
jangan lupa, gadget juga bisa memberikan dampak kecanduan yang kurang baik.
Sebut saja, si A asyik dengan androidnya padahal sedang berada di tempat umum,
dia menunduk terus memelototi androidnya sampai-sampai terkesan apatis atau
tidak mau tahu keadaan apa yang sedang terjadi di sekelilingnya. Si B bermain
hp sambil menunggu kendaraan umum yang akan ditumpanginya lewat atau sengaja
memberhentikan sepeda motor di tepi jalan hanya untuk sekadar membaca bbm yang
masuk hingga kurang berhati-hati di tengah keramaian. Si C setiap hari cuma
tabletnya yang dipelototi hingga disuruh belajar pun tak mau, bahkan tak menjawab
ketika ditanya atau diajak bicara oleh temannya, nilai-nilai ujiannya anjlok
atau turun drastis karena kebanyakan main games.
Generasi tua
yang tidak bermain gadget sering mengomel ketika melihat bukan saja anak-anak
mereka yang keranjingan gadget, bahkan cucu-cucu mereka juga. Dalam acara
kumpul keluarga atau makan bersama, mereka lebih tertarik melihat gadget
daripada mengobrol atau beramah-tamah dengan sesama anggota keluarga. Bila ada
anggota keluarga yang ultah, foto cake ultah atau foto orang yang
merayakan ultah bisa jadi lebih penting dibandingkan orang yang berultah itu
sendiri. Ironis sekali, bukan?
Bila ada di
antara teman-teman yang telah keranjingan gadget, penulis cuma berpesan (bukan
melarang), supaya bijak dalam mempergunakan gadget masing-masing dan
manfaatkanlah itu untuk mengakses hal-hal yang penting/berguna, misalnya untuk
mencari tahu data/informasi berkaitan dengan tugas pelajaran
sekolah/pekerjaan. Berinteraksilah dengan sopan dan positif di dalam medsos,
hindari kata-kata kasar, posting hal-hal yang berguna dan bisa memotivasi orang
lain untuk melakukan hal-hal yang baik/berguna, dan gunakan gadget hanya untuk
segala sesuatu yang bisa bermanfaat atau berdampak baik bagi dirimu.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar