Senin, 16 November 2015

PENULISAN: PERLUKAH BELA NEGARA?

PERLUKAH BELA NEGARA?


Bela Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya.
Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan berkorban membela negara. Spektrum bela negara itu sangat luas, dari yang paling halus, hingga yang paling keras. Mulai dari hubungan baik sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh bersenjata. Tercakup di dalamnya adalah bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara.
Unsur Dasar Bela Negara
  1. Cinta Tanah Air
  2. Kesadaran Berbangsa & bernegara
  3. Yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara
  4. Rela berkorban untuk bangsa & negara
  5. Memiliki kemampuan awal bela negara
Di Indonesia, belum lama ini telah diresmikan program bela Negara. Program bela negara yang diinisiasi Kementerian Pertahanan dibagi dalam tiga kategori, yaitu kader pembina, kader bela negara, dan kader muda. Ketiga kategori tersebut dibedakan dari waktu pelatihan yang disesuaikan dengan target capaian masing-masing peserta program.
Kategori pertama disebut sebagai kader pembina. Untuk kategori ini, peserta mendapatkan pelatihan dari instruktur selama satu bulan. Selama waktu tersebut, peserta akan dibekali materi berupa teori dan praktik di lapangan. Kader pembina diharapkan memiliki klasifikasi memahami, mengerti, dan mampu mengimplementasikan nilai bela negara dalam kehidupan sehari-hari. Namun, yang terutama, kader pembina harus mampu mensosialisasikan konsep bela negara yang dipelajari kepada orang lain.
Kedua, adalah kader bela negara. Peserta program akan dilatih selama satu minggu. Kader ini diharapkan mampu memahami, mengerti dan mengimplementasikan nilai bela negara dalam kehidupan sehari hari. Untuk kader dengan kategori ini, peserta diajarkan tentang konsep bela negara untuk dirinya sendiri dan mensosialisasikan kepada orang lain.
Kemudian, yang ketiga yakni kader muda bela negara. Kader muda akan mendapat pelatihan selama tiga hari. Waktu yang lebih sedikit akan memberikan kemudahan bagi peserta program yang memiliki aktivitas penting lain, misalnya pelajar yang masih bersekolah.
Sebenarnya sejak wacana program bela Negara ini diturunkan, banyak sekali pro dan kontra dalam kalangan masyarakat terhadap program bela Negara ini yang telah diresmikan pada tanggal 19 Oktober
Pemerintah menilai program ini hanya sebagai upaya pembentukan kader bela negara dan gagasan pemerintah untuk mempersiapkan rakyat menghadapi dua bentuk ancaman, yakni ancaman militer dan nirmiliter, didasarkan Pasal 27 UUD 1945 dan UU Pertahanan Nomor 3 Tahun 2002.
Namun sebagian orang menganggap program ini hanya sebagai pengalihan isu nasional lain seperti korupsi, dan lain-lain atau bahkan hanya untuk memutar kas Negara saja. Tentu, dalam merealisasikan program bela Negara ini banyak sekali kondisi dan faktor-faktor lain yang harus diperhatikan. Sarana pelatihan yang dimiliki Badiklat (Badan Pendidikan dan Pelatihan) Kemenhan, harus dipastikan mampu menampung 833 ribu orang perbulan jika ditargetkan 100 juta orang dalam 10 tahun. Sosialisai harus dilakukan secara massive, mengingat program tersebut untuk seluruh warga Indonesia di bawah usia 50 tahun, yang bisa jadi masih berpikiran negatif terhadap program tersebut, terutama mengenai konsep bela negara yang bukan berarti wajib militer. Jangan sampai, program yang akan telah dijalankan baru-baru ini, tidak memiliki infrastruktur yang sesuai sehingga program terkesan dilaksanakan dengan seadanya atau bahkan seolah-olah diada-adakan saja, dan tentu jangan sampai masyarakatnya sendiri tidak mengeti apa yang harus mereka ikuti, lakukan dan apa yang dapat mereka peroleh.
Seperti yang saya baca pada artikel wadah.net dikatakan bahwa 92 peserta bela Negara di Palu, Sulawesi Tengah dipulangkan dengan alasan kurangnya kegiatan, di Daerah Istimewa Yogyakarta 100 peserta juga gagal dalam mengikuti program bela Negara, dan hal serupa juga terjadi di Solo, dimana 22 peserta harus dipaksa kembali karena tidak adanya informasi lanjut tentang kegiatan tersebut.
Dari situ, terlihat sekali bahwa Indonesia belum siap untuk menjalankan program ini. Jangan sampai, program yang akan telah dijalankan baru-baru ini, ternyata belum memiliki infrastruktur yang sesuai, dan kegiatan yang terstruktur sehingga program tersebut terkesan dilaksanakan dengan seadanya atau bahkan seolah-olah diada-adakan saja, apalagi jangan sampai masyarakatnya sendiri tidak mengeti apa yang harus mereka ikuti, lakukan dan apa yang dapat mereka peroleh dari program bela Negara ini.
Menurut saya, pemerintah sehrusnya berpikir ulang dalam merealisasikan program bela Negara tersebut. Karena jika dibandingkan dengan menjalankan program yang terkesan sangat baru di Indonesia, pemerintah lebih baik berkonsentrasi untuk memaksimalkan yang sudah ada, daripada kita harus melatih warga sipil, kenapa kita tidak meningkatkan kualitas dan profesionalitas TNI dan tentara, serta lebih mngembangan fasilitas perang dan persenjataan yang dimiliki oleh Indonesia agar terus maju dan disegani dimata dunia. Toh, kesejahteraan TNI dan tentara Indonesia masih sangat memperihatinkan kondisinya. Indonesia sendiri juga bukanlah Negara yang berpenduduk sedikit seperti, misalnya Korea Selatan yan memang sudah lama menjalankan wajib militer di negaranya.
Sebenarnya juga masih ada banyak hal yang dapat kita lakukan dalam bela Negara, seperti berprestasi baik dibidang akademik maupun non akademik dalam kancah Iternasional, melestarikan budaya, belajar dengan rajin bagi para pelajar, taat akan hukum dan aturan-aturan yang berlaku di Negara, serta mencintai produk-produk dalam negeri.
Jadi, kesimpulan penulisan saya kali ini adalah daripada proram ini diadakan tetapi tidak berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan karena jika ditinjau dari sisi penyediaan fasilitas dan sosialisasi saja tentu terlihat akan berdampak luar biasa besar pada anggaran. Jangan sampai program ini bahkan dimanfaatkan sebagai ladang keuntungan utuk segelintir orang yang tidak bertanggung jawab atau golongan tertentu. Sekian J

Sumber :

PENULISAN: MASALAH SAMPAH DKI JAKARTA



MASALAH SAMPAH DKI JAKARTA


Sampah selalu menjadi di berbagai tempat di seluruh penjuru dunia.  Tidak hanya di Indonesia saja, namun mungkin juga di Amerika Serikat, Rusia, Madagaskar, Mali, Lesotho, Gabon, Malawi, Senegal, Suriah, Pakistan, Tajikistan, Tiongkok alias Cina, Jepang, Korea Utara, Myanmar, Laos, Timor Leste, Papua Nugini, dan kawan-kawan.  Sebagian besar negara di dunia ini punya masalah dengan sampah.  Biarpun negara tersebut aman dari sampah, namun sampah bisa datang dari laut dan sungai tanpa diundang.  Jadi tidak kita saja yang sering dipusingkan dengan masalah pengelolaan sampah, namun juga banyak negara di dunia ini.
Sampah juga menjadi salah satu persoalan di Jakarta. Dalam satu hari, sampah yang dihasilkan warga Ibu Kota mencapai sekitar 6000 ton. Sampah terus diproduksi oleh masyarakat tanpa mengenal lelah untuk kemudian dibuang di suatu tempat dan kemudian dibawa ke daerah lain di luar Provinsi DKI Jakarta.  Cara seperti ini memang terlihat kurang profesional karena hanya tinggal main lempar ke daerah lain.  Kemudian daerah lainlah yang pusing tujuh keliling memikirkan sampah yang menggunung mau diapakan.
Sampah di Kota DKI Jakarta memang jumlahnya sangat banyak setiap harinya.   Pemerintah DKI Jakarta pun telah berencana akan mengolah dan menampung sampahnya secara mandiri. Tempat pengelolaan sampah ini diwacanakan akan dibangun di setiap pasar di Ibu Kota. Menurut Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, cara ini bisa menghemat anggaran. Ahok meminta PD Pasar Jaya mencari lahan untuk tempat pengelolaan sampah. “Ini merupakan solusi jangka panjang”, tuturnya.
Seperti diketahui, Ahok sempat berpolemik dengan anggota DPRD Kota Bekasi gara-gara sampah. DPRD Kota Bekasi mengkritisi truk sampah Jakarta yang beroperasi pada siang hari. Padahal, sesuai kontrak truk sampah dari Jakarta hanya boleh ke Bantar Gebang pada malam hari. Masalah lain, air dari dari truk sampah dinilai mengotori jalan di Kota Bekasi.
Belum lagi ditambah dengan masalah lain, karena tak semua warga disiplin dalam membuang sampah. Bahkan, sungai menjadi salah satu lokasi praktis yang dijadikan warga untuk membuang sampah.
Hal itu tentu membawa berbagai akibat. Selain membuat sungai-sungai di Jakarta kumuh, membuang sampah pada sungai juga mengakibatkan aliran air tersumbat dan tak lancar. Alhasil, hal itu menjadi salah satu penyebab utama banjir di Jakarta.
Untuk mengatasi persoalan sampah di Jakarta, Sewaktu Presiden Joko Widodo berjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, beliau sempat menuturkan 4 strategi dalam mengatasi masalah sampah di Jakarta, yaitu:
1.      Bank Sampah
Pemprov DKI Jakarta akan membuat bank sampah di tiap kelurahan. Pembuatan bank sampah dilakukan agar sampah bisa diolah kembali dan bermanfaat bagi warga.
Nantinya, sampah yang diserahkan warga ke bank sampah akan dikelompokan berdasarkan jenisnya. Sampah yang tak dapat didaur ulang dan dimanfaatkan lantas akan dikirim ke Bantar Gebang.
2.      Pengerukan Kali
Pendangkalan sungai di Jakarta terjadi karena banyaknya sampah di dasar sungai. Hal itu menjadi salah satu penyebab banjir di Ibu Kota. Untuk mengatasinya, Jokowi menegaskan, akan mempercepat pengerukan sungai.
3.      Pengolahan Sampah Terpadu
Jokowi mengatakan permasalahan sampah nanti akan ada perencanaan sendiri. Pasalnya, akan ada Intermediate Treatment Facilities (ITF) atau pengolahan sampah terpadu yang berada di lima wilayah Jakarta.
4.      Galakkan kampanye budaya bersih
Jokowi sadar salah satu penyebab banjir Jakarta adalah sungai-sungai Jakarta tak mampu menampung volume air karena mengalami pendangkalan akibat sampah. Salah satu langkah yang dilakukan Jokowi untuk mengatasi hal itu adalah dengan berusaha meningkatkan kesadaran warga Jakarta agar tidak membuang sampah sembarangan.
Jokowi akan mengkampanyekan budaya bersih dan kerja bakti untuk membersihkan kali.
Namun, tetap saja sampah di Jakarta tetap menjadi masalah utama di daerah Jakarta. Sebenarnya mudah, jika pemerintah mau dan bisa membuat tempat pembuangan sampah akhir yang berteknologi canggih di tengah-tengah masyarakat, sehingga masyarakat sekitarlah yang mengelola sampah dari lingkungan sekitarnya sendiri dengan dipandu oleh pemerintah daerah.  Di tiap beberapa RW atau kelurahan dibuat satu tempat pengolahan sampah modern yang luas, bertingkat-tingkat dan berteknologi mutakhir.  Sampah yang masuk akan diproses menjadi pupuk kompos, energi listrik, bahan daur ulang, bahan bakar briket, kerajinan tangan, barang bekas refurbish layak pakai, dan lain sebagainya.
Apabila proyek pengelolaan sampah modern itu bisa terwujud dan berjalan dengan baik, maka tidak akan ada lagi masalah sampah di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.  Hanya tinggal masalah sampah di laut, sungai, hutan dan di desa-desa saja yang perlu dipikirkan lebih lanjut.  Penduduk sekitar pun akan ikut menjadi sejahtera karena mendapatkan pekerjaan dan penghasilan dari pengelolaan sampah di lingkungannya sendiri.  Sampah-sampah yang tidak bisa diolah dikirim ke tempat khusus untuk diolah secara intensif dengan perlakuan
Menurut saya yang terpenting adalah partisipasi dari seluruh pihak baik masyarakat, maupun pemerintah bersama-sama berkontribusi aktif dalam mengatasi masalah sampah ini, karena siapapun pemimpinnya dengan berbagai program apapun yang direalisasikan apabila warganya tetap tidak disiplin membuang sampah pada tempatnya, maka upaya tersebut tentu akan selalu sia-sia. Maka dari itu, ayo mulai dari sekarang kita jaga lingkungan dan mulai mencintai lingkungan kita, mulai dari hal yang terkecil yaitu buang sampah pada tempatnya. Dengan demikian, sampah tidak lagi menjadi masalah bersama baik di Jakarta maupun daerah lainnya.

Sumber: