ANAK JALANAN
Anak jalanan, sering
kita dengar dalam kehidupan yang sangat menyedihkan ini. Kehidupan anak jalanan
biasanya paling identik dengan jalanan. Tetapi, sekarang ini di jalan-jalan
raya, terminal, stasiun, bahkan tempat-tempat wisata, tempat-tempat ibadah
selalu kita lihat mereka disana. Mereka mengamen, meminta-minta, bahkan
mencopet dompet-dompet orang yang bukan hak milik mereka.
Anak jalanan atau sering
disingkat anjal adalah sebuah
istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi
di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya.
Tapi hingga kini belum ada pengertian anak jalanan yang dapat dijadikan acuan
bagi semua pihak.
Ada beberapa pengertian anak jalanan menurut beberapa ahli
hukum, antara lain:
a.
Sandyawan
memberikan pengertian bahwa anak jalanan adalah anak-anak yang berusia maksimal
16 tahun, telah bekerja dan menghabiskan waktunya di jalanan.
b.
Peter
Davies memberikan pemahaman bahwa fenomena anak-anak jalanan sekarang ini
merupakan suatu gejalaglobal. Pertumbuhan urbanisasi dan membengkaknya daerah
kumuh di kota-kota yang paling parah keadaannya adalah di negara berkembang,
telah memaksa sejumlah anak yang semakin besar untuk pergi ke jalanan ikut
mencari makan demi kelangsungan hidup keluarga dan bagi dirinya sendiri.
Di tengah ketiadaan pengertian untuk anak jalanan, dapat
ditemui adanya pengelompokan anak jalanan berdasar hubungan mereka dengan
keluarga. Pada mulanya ada dua kategori anak jalanan, yaitu anak-anak yang
turun ke jalanan dan anak-anak yang ada di jalanan. Namun pada
perkembangannya ada penambahan kategori, yaitu anak-anak dari keluarga yang
ada di jalanan.
Pengertian untuk kategori pertama
adalah anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih
memiliki hubungan dengan keluarga. Ada dua kelompok anak jalanan dalam kategori
ini, yaitu anak-anak yang tinggal bersama orangtuanya dan senantiasa pulang ke rumah setiap hari, dan anak-anak yang melakukan
kegiatan ekonomi dan tinggal di jalanan namun masih mempertahankan hubungan
dengan keluarga dengan cara pulang baik berkala ataupun dengan jadwal yang tidak rutin. Kategori kedua
adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di
jalanan dan tidak memiliki hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan orangtua
atau keluarganya. Kategori ketiga adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh
waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup atau tinggalnya juga
di jalanan. Kategori keempat adalah anak berusia 5-17 tahun yang rentan bekerja
di jalanan, anak yang bekerja dijalana, dan/atau yang bekerja dan hidup
dijalanan yang menghabiskan sebagaian besar waktunya untuk melakukan kegiatan
hidup sehari-hari.
Seorang anak yang mempunyai cita-cita yang tidak tercapai,
karena ada sebuah faktor perekonomian keluarga, sehingga mereka mencarai uang
tambahan jajan dengan cara mengamen di jalan dll
Adapun ciri-ciri anak jalanan secara umum, antara lain:
a.
Berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, temapt hiburan) selama 3-24
jam sehari;
b.
Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah, dan sedikit sekali yang tamat
SD);
c.
Berasal dari keluarga-keluarga yang tidak mampu (kebanyakan kaum urban, dan
beberapa di
antaranya tidak jelas keluarganya);
d.
Melakukan aktivitas ekonomi (melakukan pekerjaan pada sektor informal).
Adanya ciri umum tersebut di atas, tidak berarti bahwa
fenomena anak jalanan merupakan fenomen yang tunggal. Penelusuran yang lebih
empatik dan intensif ke dalam kehidupan mereka menunjukkan adanya keberagaman.
Keberagaman tersebut antara lain : latar belakang keluarga, lamanya berada di
jalanan, lingkungan tempat tinggal, pilihan pekerjaan, pergaulan, dan pola
pengasuhan. Sehingga tidak mengherankan jika terdapat keberagaman pola tingkah
laku, kebiasaan, dan tampilan dari anak-anak jalanan.
Ada beberapa hal yang dapat menjadi penyebab munculnya
fenomena anak jalanan, yaitu:
a.
Sejumlah
kebijakan makro dalam bidang sosial ekonomi telah menyumbang munculnya fenomena
anak jalanan.
b.
Modernisasi,
industrialisasi, migrasi, dan urbanisasi menyebabkan terjadinya perubahan
jumlah anggota keluarga dan gaya hidup yang membuat dukungan sosial dan
perlindungan terhadap anak menjadi berkurang.
c.
Kekerasan
dalam keluarga menjadi latar belakang penting penyebab anak keluar dari
rumah dan umumnya terjadi dalam keluarga yang mengalami tekanan
ekonomi dan jumlah anggota keluarga yang besar.
d.
Terkait
permasalahan ekonomi sehingga anak terpaksa ikut membantu orang tua dengan
bekerja ( di jalanan )
e.
Orang
tua “mengkaryakan”sebagai sumber ekonomi keluarga pengganti peran yang
seharusnya dilakukan oleh orang dewasa.
Faktor
Pendorong
Namun banyaknya anak jalanan yang menempati
fasiltas-fasilitas umum di kota-kota, bukan melulu disebabkan oleh faktor
penarik dari kota itu sendiri. Sebaliknya ada pula faktor-faktor pendorong yang
menyebabkan anak-anak memilih hidup di jalan. Kehidupan rumah tangga asal
anak-anak tersebut merupakan salah satu faktor pendorong penting. Banyak anak
jalanan berasal dari keluarga yang diwarnai dengan ketidakharmonisan, baik itu
perceraian, percekcokan, hadirnya ayah atau ibu tiri, absennya orang tua baik
karena meninggal dunia maupun tidak bisa menjalankan fungsinya. Hal ini kadang
semakin diperparah oleh hadirnya kekerasan fisik atau emosional terhadap anak.
Keadaan rumah tangga yang demikian sangat potensial untuk mendorong anak lari
meninggalkan rumah. Faktor lain yang semakin menjadi alasan anak untuk lari
adalah faktor ekonomi rumah tangga. Dengan adanya krisis ekonomi yang melanda
Indonesia, semakin banyak keluarga miskin yang semakin terpinggirkan. Situasi
itu memaksa setiap anggota keluarga untuk paling tidak bisa menghidupi diri
sendiri. Dalam keadaan seperti ini, sangatlah mudah bagi anak untuk terjerumus
ke jalan.
Korban
dan Pelaku Kriminalitas
Tidak adanya perlindungan orang dewasa ataupun perlindungan
hukum terhadap anak-anak ini, menjadikan anak-anak tersebut rentan terhadap
kekerasan. Kekerasan bisa berasal dari sesama anak anak itu sendiri, atau dari
orang-orang yang lebih dewasa yang menyalahgunakan mereka , ataupun dari
aparat. Bentuk kekerasan bermacam-macam mulai dari dikompas (dimintai uang),
dipukuli, diperkosa, ataupun dirazia dan dijebloskan ke penjara. Namun,
anak-anak itu sendiri juga berpotensi menjadi pelaku kekerasan atau tindak
kriminal seperti mengompas teman-teman lain yang lebih lemah, pencurian
kecil-kecilan, dan perdagangan obat-obat terlarang.
Aku
Anak Siapa?
Penanganan terhadap anak-anak jalanan ini harus bersifat
terpadu, tidak hanya melibatkan anak itu sendiri, tapi juga keluarga (kalau
masih ada), dan masyarakat (termasuk lembaga pemerintah dan negara). Sangatlah
sulit memberdayakan anak-anak itu untuk kembali ke masyarakat karena mereka
telah terbiasa hidup dengan norma-norma mereka sendiri, yang kadang kala tidak
sesuai atau bahkan bertabrakan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.?
Akan lebih sulit lagi apabila? mereka sama sekali sudah terlepas dari orang tua
atau keluarga. Mereka perlu diberdayakan untuk bisa melaksanakan fungsinya
kembali sebagai pelindung anak. Pemberdayaan juga perlu dilakukan terhadap
masyarakat untuk bersedia membuka mata dan hati menerima anak-anak itu sebagai
bagian dari masyarakat itu sendiri. Banyak masyarakat yang bersikap apriori
terhadap anak-anak jalanan ini. Mereka mengganggap anak-anak itu sebagai sumber
gangguan dan kegaduhan, yang perlu disingkirkan jauh-jauh dari mereka.? Semakin
banyaknya jumlah anak jalanan juga menunjukkan bukan hanya kegagalan keluarga
dan masyarakat tapi juga negara dalam hal ini. Bukankah Indonesia adalah negara
peserta yang telah meratifikasi konvensi hak anak PBB yang dalam salah satu
pasalnya menyebutkan negara wajib menjamin dan memberikan perlindungan, dan
perawatan terhadap kesejahteraan anak?? Bukankah anak-anak tersebut merupakan
anak-anak bangsa ini juga?
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar